Indonesia Tawarkan Proyek $60 Miliar Kepada Investor China - Ekonomi

Breaking News

Indonesia Tawarkan Proyek $60 Miliar Kepada Investor China

Presiden Joko Widodo (kedua dari kiri) dan Manajer Umum China Railway Corp. Sheng Guangzu (tengah) berdiri di sebelah model kereta api dalam acara peletakan batu pertama proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di Walini, Jawa Barat, 21 Januari 2016.


Jakarta, Srikandi Indonesia  - Reuters melaporkan,  Indonesia menawarkan peluang investasi melalui beberapa proyek baru senilai $60 miliar kepada investor China untuk memanfaat pendanaan inisiatif "Sabuk dan Jalan".

Meski posisi geografi strategis, Indonesia bukan penerima terbesar pendanaan triliunan dolar yang digelontorkan China untuk menciptakan Jalan Sutra modern.
Salah satu proyek infrastruktur terkenal yang didanai China dari inisiatif Sabuk dan Jalan adalan pembangunan kereta cepat dari Jakarta-Bandung senilai $6 miliar. Proyek itu pun menghadapi kendala pengadaan.
Tapi pemerintah Indonesia telah melakukan “komunikasi struktural” dengan Beijing sejak tahun lalu untuk kemungkinan pendanaan untuk proyek-proyek infrastruktur senilai $60 miliar, kata Ridwan Djamaluddin, Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Indonesia sudah mengusulkan beberapa proyek potensial dari seluruh Indonesia saat para pejabat dan pakar China melakukan kunjungan ke berbagai pemerintah daerah untuk mencari proyek-proyek untuk didanai, kata Ridwan dalam wawancara dengan Reuters.
“Kami menyadari bahwa kami tidak bisa membiarkan kerja sama ini berakhir dengan buruk,” kata Ridwan. “Negara-negara lain ada yang dipaksa membayar kembali pinjaman dan ada beberapa harus menyerahkan aset mereka. Kami tidak mau itu.
"Butuh waktu lebih lama untuk mencapai kesepakatan karena pemerintah Indonesia bersikeras dengan skema business-to-business (B2B) untuk semua kesepakatan, dan menolak pinjaman government-to-government (g-to-g)
“Saya memahami kita tidak bisa secepat negara lain memanfaatkan dana tersebut karena pemilik dana akan berpikir lebih panjang dengan tawaran kita,” kata Ridwan.
Konstruksi sistem transportasi massal (MRT) di pusat bisnis Jakarta,16 Oktober 2015.
Konstruksi sistem transportasi massal (MRT) di pusat bisnis Jakarta,16 Oktober 2015.
Ridwan memperkirakan beberapa kesepakatan bisa terwujud dalam putaran pembicaraan selanjutnya pada April, setelah China merespon proposal terbaru yang diajukan pemerintah Indonesia pada bulan lalu.
Model B2B akan membantu melindungi Indonesia dari risiko China menggunakan posisinya karena ketergantungan finansial Indonesia, kata Ridwan.
Setiap investasi China harus mempekerjakan pekerja Indonesia dan harus memiliki teknologi terbaru yang ramah lingkungan dan memperbolehkan transfer teknologi, kata Ridwan.
Proyek-proyek yang ditawarkan termasuk beberapa pembangkit listrik tenaga air dengan nilai total $35 miliar di Provinsi Kalimantan Utara, kata Ridwan.
Pada Oktober, Power Construction Corp of China (PowerChina) dan Kayan Hydro Energy menandatangani kontrak rekayasa, pengadaan dan konstruksi (EPC) untuk pembangunan tahap pertama pembangkit, kata PowerChina dalam sebuah pernyataan. Menurut laporan media, proyek itu bernilai $17,8 miliar.
Dalam proposal yang diajukan, Indonesia juga menawarkan China peluang untuk membangung PLTU mulut tambak, kawasan industri, beberapa pelabuhan, dan infrastruktur lainnya di Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, Sulawesi Utara, dan Bali. 

Proyek PLTA Dukungan China Ancam Habitat Orangutan Tapanuli

Para petugas konservasi memindahkan seorang orangutan Sumatra (tengah) dari sebuah perkebunan kelapa sawit ke lokasi yang lebih aman di Desa Geulagang Gajah, di Provinsi Aceh, 3 Agustus 2018.

Pembangunan bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang bernilai miliaran dolar di hutan lindung Batang Toru, Sumatra Utara mengancam habitat orangutan terlangka di dunia dan memicu kekhawatiran mengenai ekspansi global proyek infrastruktur China, kantor berita AFP melaporkan awal pekan ini.
Hutan lindung Batang Toru, yang akan menjadi lokasi proyek, adalah satu-satunya habitat orangutan Tapanuli, spesies orangutan langka yang baru saja ditemukan. Saat ini, diketahui ada total 800 orangutan Tapanuli.
Menurut laporan kantor berita AFP, proyek bernilai $1,6 miliar, yang diperkirakan mulai beroperasi pada 2022, akan melalui jantung habitat hewan yang terancam punah itu. Tidak saja orangutan Tapanuli yang terancam, tapi juga hewan-hewan yang terancam punah lainnya, seperti owa, siamang, dan harimau Sumatra.
Menurut dokumen-dokumen perusahaan, seperti dilaporkan kantor berita AFP, PT Hydro Energy Sumatra Utara, pengembang PLTA tersebut mendapat dukungan dari Sinosure, sebuah badan usaha milik negara (BUMN) China, yang memberikan asuransi untuk proyek-proyek investasi di luar negeri dan dari Bank of China.
BUMN China, Sinohydro, yang pernah membangun bendungan raksasa Three Gorges Dam, berhasil mendapat kontrak untuk merancang dan konstruksi proyek tersebut.
Proyek PLTA itu adalah satu dari puluhan proyek kelistrikan pemerintah meningkatkan rasio elektrifikasi di seluruh Indonesia.
Namun proyek yang didukung China itu telah memicu perlawanan dari para aktivis lingkungan, yang mengatakan proyek ini berpotensi mengganggu lingkungan dan hal ini tampak dengan keengganan Bank Dunia untuk terlibat dalam proyek tersebut.
Meski demikian, para investor China bergeming. Menurut para kritikus, hal ini menekankan dampak lingkungan dari ambisi infrastruktur China “Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative)” untuk menghubungkan Asia, Eropa dan Afrika melalui jaringan pelabuhan, jalan raya dan jalur kereta api.
Lonceng Kematian
Hingga baru-baru ini, para ilmuwan berpikir hanya ada dua tipe orangutan, yaitu orangutan Kalimantan dan Sumatra.
Namun pada 1997, seorang pakar antropologi biologi, Erik Meijaard, meneliti populasi orangutan yang terisolasi di Batang Toru di bagian selatan habitat orangutan Sumatra, dan para ilmuwan mulai meneliti apakah terdapat spesies baru yang unik.
Seekor orangutan Sumatra bergelantungan di sebuah pohon di Desa Geulagang Gajah, Provinsi Aceh, sebelum dipindahkan ke lokasi yang aman, 3 Agustus 2018.
Seekor orangutan Sumatra bergelantungan di sebuah pohon di Desa Geulagang Gajah, Provinsi Aceh, sebelum dipindahkan ke lokasi yang aman, 3 Agustus 2018.
Para ilmuwan mempelajari DNA, bentuk tengkorak dan gigi dari 33 orangutan yang terbunuh dalam konflik antar manusia dan hewan sebelum menyimpulkan bahwa mereka menemukan spesies baru. Spesies baru ini diberi nama, Pongo tapanuliensis atau orangutan Tapanuli.
PLTA berkapasitas 510-megawatt, yang akan memasok listrik pada beban puncak di Provinsi Sumatra Utara, akan membanjiri habitat orangutan dan termasuk jaringan jalan dan transmisi listrik bertegangan tinggi.
Meijaard mengatakan bahwa bendungan tersebut akan menjadi “Lonceng Kematian” bagi hewan-hewan tersebut.
Menimbang Resiko
Namun penderitaan orangutan tampaknya tidak mendapat perhatian dalam penilaian dampak lingkungan oleh PT Hydro Energy Sumatra Utara, menurut para aktivis lingkungan dan ilmuwan yang telah melihat dokumen pembangunan tersebut.
Pada Agustus, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menggugat izin amdal yang disetujui oleh pemerintah Sumatra Utara. Menurut gugatan Walhi, pemprov tidak memasukkan dampak pembangunan terhadap satwa, masyarakat yang tinggal di hilir, atau risiko kerusakan akibat gempa bumi.
PT Hydro Energy Sumatra Utara dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menolak menanggapi permohonan komentar dari kantor berita AFP.
Bank of China mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak berkomentar mengenai proyek tertentu, namun menambahkan pihaknya mempertimbangkan “semua faktor yang relevan ketika merumuskan dan membuat sebuah kebijakan.”
“Kami berharap, pendukung dana proyek ini dapat melihat masalah pada dampak pembangunan ini dan berhenti mendukungnya,” kata Yuyun Eknas, dari Walhi. [vp/ft]

Tidak ada komentar